Selasa, 26 Mei 2009

Potongan Tulang Keluar Dari Tubuh Ibuku

Setiap orang kalau ditawarkan kesempatan akan cenderung untuk
mengambil kesempatan itu, tidak perduli sekecil apapun kesempatan itu. Apalagi
bagi mereka yang sedang susah atau menderita penyakit, jika ada yang menawarkan
akan kesembuhan atau dapat meringankan rasa sakit, pastilah tawaran itu akan
dicoba.

Ibuku memang sudah divonis dokter sakit kanker dan hidupnya
paling lama akan bertahan selama enam bulan lagi. Kami awalnya sangat kaget
mendengar berita itu, karena ibuku selama ini terlihat sehat walafiat saja. Dia
adalah ibu yang hanya makan makanan yang ada di rumah dan beliau cukup selektip.
Namun kenyataannya divonis positip kanker ganas, artinya kemungkinannya sudah
menyebar ke seluruh tubuh. Awalnya aku tidak yakin, namun tidak beberapa lama
terlihat ada beberapa tonjolan yang mulai muncul dari tubuhnya dan secara
bersamaan kondisinya mulai menurun.

Seperti biasanya banyak orang
yang memberikan pendapat dan saran untuk berobat alternatif, lengkap dengan data
dukun atau paranormal dan pengalaman mereka atau kerabatnya yang telah
disembuhkan. Awalnya aku tidak terpengaruh dengan ide pengobatan alternatif,
namun banyaknya cerita orang yang konon dapat disembuhkan, kenapa aku tidak
mencobanya?

Aku akhirnya memutuskan untuk mencoba kepada salah satu
pengobatan tradisional. Rumahnya di Desa Blayu, Tabanan. Aku tertarik karena
konon salah satu Menteri yang masih menjabat saat itu, rutin berobat dan sembuh
dari penyakitnya. Akupun akhirnya hadir di sana untuk mengobati sakit ibuku.
Setelah sampai dirumahnya, tampak beberapa orang yang akan berobat menunggu
giliran mereka. Akupun semakin yakin dan percaya atas
kemampuannya.

“Jero Mangku, Ibu saya menderita kanker dan sudah
mulai tumbuh benjolan pada tubuhnya”. Kataku memberikan penjelasan dan
gambaran.
“Biar saya lihat dulu, sambil meneliti benjolan yang ada.”
“Ini
memang kanker dan sudah mulai menyebar ke seluruh tubuh”. Ujarnya
Kalem.
“Apakah penyakit seperti ini dapat diobati?” Tanyaku
mendesak.
“Biasanya bisa dan tidak masalah. Nanti saya mohonkan semoga atas
seijin Tuhan saya dapat menyembuhkannya”. Ujarnya dengan
tenang.

Sambil menunggu persiapan, akupun mengobrol untuk mengisi
suasana. Menurut pengakuan Jero Mangku, beliau memperoleh ilmunya dari ‘pica’
yang di atas. Banyak yang ingin belajar, baik dari dalam dan bule-bule luar
negeri. Termasuk yang rajin saat ini bule dari Inggris, seorang profesor
dinegaranya. Aku sedikit terkejut, seorang profesor? Apakah ilmunya begitu
hebatnya? Namun saat itu aku hanya mengangguk dan tampak
terkagum.

“Tolong tangan ibu di pegang, saya akan mengurut badan
ibu.” Ujar Jero Mangku.
Akupun memegang jemari ibuku.
“Nanti kalau di
badan ibu ada penyakit, maka akan ada yang keluar.” Lanjut Jero
Mangku.
“Apakah akan sakit?” Tanya Ibuku.
“Sedikit saja.” Ujar Jero Mangku
sambi bercanda.
“Apakah penyakitnya tidak nyerempet atau berpindah kebadan
saya?” Tanyaku menyakinkan, karena posisiku berada sangat dekat.
“Pastilah
tidak, karena semua ada dibawah kontrol saya.” Jero Mangku meyakinkan
saya.

Jero Mangku mengusap tangan ibuku dengan semacam minyak,
katakanlah minyak khusus buatan Jero Mangku. Tak beberapa lama ibuku mengaduh,
Jero Mangku tampak berkonsentrasi pada pijitannya. Tampak seperti ada benda
dibawah kulit ibuku, seperti benjolan kecil dan semakin digeser, semakin
membesar dan akhirnya kulitnya robek dan benda itu sudah diluar. Benda lalu
dicabut dan di taruh diatas piring. Bekas luka diusap dan tampak menutup kembali
tanpa ada darah yang menetes. Aku terpana.

Benda yang keluar dari
tubuh ibuku berupa potongan tulang, yang kedua ujungnya masih terlihat tajam
sepanjang 3 cm. Kalau dilihat ukuran besarnya setara dengan tulang paha ayam.
Aku tidak mampu berpikir, tulang apakah ini dan bagaimana bisa ada di dalam
tubuh dan bagaimana Jero Mangku dapat mengeluarkannya? Sebentarnya lagi tampak
Jero Mangku mengurut bagian yang lainnya yakni di leher dan keluar lagi tulang
yang serupa dengan ukuran yang lebih pendek. Begitu seterusnya hingga malam itu
keluar sebanyak delapan buah tulang dari delapan lokasi yang berbeda dan ibuku
tampak sangat kelelahan menahan sakit. Apakah memang ini sumber penyakitnya?
Kenapa bisa sebanyak itu? Dan kenapa hanya berbentuk tulang? tidak bentuk benda
lainnya? Bila perlu emas batangan, biar aku bisa jual untuk biaya pengobatan.
Aku tetap tidak percaya dengan apa yang aku lihat dengan mataku sediri, yang
hanya berjarak paling jauh 50 cm dari benda itu.

Aku cukup terkesan
dengan semua yang aku lihat. Aku juga tidak mengerti bagaimana caranya potongan
tulang dapat keluar dari tubuh ibuku. Yang lebih penting dan menjadi perhatianku
apakah ibuku menjadi sehat? Akupun terus memonitor dan menanyakan perkembangan
kondisi ibuku. Secara logika, kalau ada penyakit 10 tulang dan sudah dikeluarkan
8 tulang, secara bodoh dapat disimpulkan pasien akan sembuh atau menjadi semakin
baik, namun kenyataannya ibuku tidak merasakan perubahan yang berarti dan dua
hari kemudian kesehatannya malah drop. Akupun kembali membawanya ke rumah sakit.
Kebanyakan orang kalau bercerita tentang dirinya terlalu berlebihan dan beberapa
bulan kemudian sang Balian yang mengobati itu meninggal, demikian pula dengan
ibuku. (Kapten/2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar