Ratusan orang bebotoh mendatangi kantor DPRD Tabanan untuk menyampaikan aspirasi mereka sambil mengusung sebuah sepanduk besar bertuliskan “ Ekonomi Masyarakat Kecil Mati Tanpa Tajen, Tajen Bukan Semata-mata Judi Tapi Bagian Dari Budaya Yang Perlu Dilestarikan Demi Ajeg Bali “. Ternyata Ajeg Bali tidak hanya berbusana adat saja, walaupun kadang tidak lengkap, tapi sudah menyentuh bagian terlarang di Republik ini dan sekarang hangat diberantas yakni judi.
Tajen adalah budaya, masyarakat di Bali sangat menyukai permainan ini. Permainan yang dianggap paling populer sejak ratusan tahun yang lalu dan melibatkan dan menguntungkan banyak orang , termasuk mendukung pembangunan dipedesaan.
Mulai pedagang ayam di pasar Satria dan Beringkit, setiap tengah malam dibanjiri ribuan ayam dari Jawa. Bebotoh sudah mulai memilih ayam yang baru turun dari mobil ada juga pedagang ayam memilih untuk di jual di arena tajen.
Arena tajen yang biasanya dipersiapkan oleh desa adat sudah memungut biaya sejak mengatur parkir, bebotoh memasuki arena biasanya terkena sumbangan sukarela (dana punia) di depan pintu masuk. Bagi bebotoh besar sudah disediakan kursi di barisan depan dan sewa kursipun harus di bayar, ketika pertarungan terjadi yang menang akan dipotong persenan sekitar 10 persen untuk petugas arena dan sebagian disumbangkan untuk sewa tempat judi. Banyak orang yang terlibat, banyak orang yang bekerja untuk pagelaran permainan tajen.
Setiap tajen pasti ramai oleh gerombolan orang yang sibuk bertaruh, di sekitar arena banyak terlihat pedagang nasi dan makanan ringan lainnya. Di dalam arena juga terlihat pedagang makanan dan minuman keliling menjajakan dagangan mereka, ketika ada break persiapan pertarungan ayam.
Suasana terlihat bahagia, bebotoh yang kalahpun tak menampakkan wajah kusut karena mereka menyadari itu adalah permainan. Kadang bisa menang dan kadang bisa kalah “ namanya juga permainan “ begitu yang sering mereka katakan. Bagi bebotoh yang menang biasanya terlihat berfoya bersama rekan mereka merayakan kemenangan hari itu, yang kalah penuh harap esok akan menang. Tajen adalah roda perputaran, semua pernah merasakan di atas ataupun di bawah. Itu yang membedakan tajen dengan togel, togel yang selalu menang dan kaya adalah bandarnya.
Fair Game itulah kehebatan permainan tajen. Dalam hiruk pikuk suara orang menjagokan ayam pilihan mereka, transaksi pertaruhan dapat berlangsung dengan hanya mengangkat jari tangan, jari ini dapat bernilai ribuan ataupun hingga puluhan juta rupiah. Turispun banyak yang tertarik dengan tajen dan kagum hanya dengan jari tangan, orang yang tidak dikenal mau mempercayakan puluhan juta rupiah. Hanya di Bali hal seperti ini dapat berlangsung, tentunya dengan dasar kejujuran dan dasar agama yang kuat hal seperti itu dapat berlangsung.
Dalam permainan tajen tidak ada kecurangan, semua berdasarkan kepercayaan. Jikalau ada kecurangan akan ada petugas yang memberikan keputusan yang akan dianggap benar. Dalam permainan tajen tidak ada kriminalitas, jika ada itupun dengan angka yang sangat kecil. Hal ini dapat terjadi, karena setiap bebotoh menyakini kecurangan akan membawa mereka pada jurang kehancuran, apalagi akibat suatu kecurangan mereka harus menggelar sumpah di pura, hal ini akan berakibat sangat fatal untuk keluarga dan keturunan mereka.
Permainan tajen atau sabung ayam tidak berbeda jauh dengan gelar tinju atau sepak bola atau budaya adu bagong (jawa barat) dan karapan sapi (madura). Kalau dikatakan judi, permainan itupun tidak bersih dari judi. Mungkin yang perlu adalah kemasannya dipercantik, sehingga permainan tajen dapat tetap lestari di tanah Bali sebagai budaya Bali dan turis juga dapat menikmati permainan ini dengan tenang. (Kapten/2005).
Tajen adalah budaya, masyarakat di Bali sangat menyukai permainan ini. Permainan yang dianggap paling populer sejak ratusan tahun yang lalu dan melibatkan dan menguntungkan banyak orang , termasuk mendukung pembangunan dipedesaan.
Mulai pedagang ayam di pasar Satria dan Beringkit, setiap tengah malam dibanjiri ribuan ayam dari Jawa. Bebotoh sudah mulai memilih ayam yang baru turun dari mobil ada juga pedagang ayam memilih untuk di jual di arena tajen.
Arena tajen yang biasanya dipersiapkan oleh desa adat sudah memungut biaya sejak mengatur parkir, bebotoh memasuki arena biasanya terkena sumbangan sukarela (dana punia) di depan pintu masuk. Bagi bebotoh besar sudah disediakan kursi di barisan depan dan sewa kursipun harus di bayar, ketika pertarungan terjadi yang menang akan dipotong persenan sekitar 10 persen untuk petugas arena dan sebagian disumbangkan untuk sewa tempat judi. Banyak orang yang terlibat, banyak orang yang bekerja untuk pagelaran permainan tajen.
Setiap tajen pasti ramai oleh gerombolan orang yang sibuk bertaruh, di sekitar arena banyak terlihat pedagang nasi dan makanan ringan lainnya. Di dalam arena juga terlihat pedagang makanan dan minuman keliling menjajakan dagangan mereka, ketika ada break persiapan pertarungan ayam.
Suasana terlihat bahagia, bebotoh yang kalahpun tak menampakkan wajah kusut karena mereka menyadari itu adalah permainan. Kadang bisa menang dan kadang bisa kalah “ namanya juga permainan “ begitu yang sering mereka katakan. Bagi bebotoh yang menang biasanya terlihat berfoya bersama rekan mereka merayakan kemenangan hari itu, yang kalah penuh harap esok akan menang. Tajen adalah roda perputaran, semua pernah merasakan di atas ataupun di bawah. Itu yang membedakan tajen dengan togel, togel yang selalu menang dan kaya adalah bandarnya.
Fair Game itulah kehebatan permainan tajen. Dalam hiruk pikuk suara orang menjagokan ayam pilihan mereka, transaksi pertaruhan dapat berlangsung dengan hanya mengangkat jari tangan, jari ini dapat bernilai ribuan ataupun hingga puluhan juta rupiah. Turispun banyak yang tertarik dengan tajen dan kagum hanya dengan jari tangan, orang yang tidak dikenal mau mempercayakan puluhan juta rupiah. Hanya di Bali hal seperti ini dapat berlangsung, tentunya dengan dasar kejujuran dan dasar agama yang kuat hal seperti itu dapat berlangsung.
Dalam permainan tajen tidak ada kecurangan, semua berdasarkan kepercayaan. Jikalau ada kecurangan akan ada petugas yang memberikan keputusan yang akan dianggap benar. Dalam permainan tajen tidak ada kriminalitas, jika ada itupun dengan angka yang sangat kecil. Hal ini dapat terjadi, karena setiap bebotoh menyakini kecurangan akan membawa mereka pada jurang kehancuran, apalagi akibat suatu kecurangan mereka harus menggelar sumpah di pura, hal ini akan berakibat sangat fatal untuk keluarga dan keturunan mereka.
Permainan tajen atau sabung ayam tidak berbeda jauh dengan gelar tinju atau sepak bola atau budaya adu bagong (jawa barat) dan karapan sapi (madura). Kalau dikatakan judi, permainan itupun tidak bersih dari judi. Mungkin yang perlu adalah kemasannya dipercantik, sehingga permainan tajen dapat tetap lestari di tanah Bali sebagai budaya Bali dan turis juga dapat menikmati permainan ini dengan tenang. (Kapten/2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar